Sebenarnya Indonesia pernah memiliki hubungan internasional yang baik dengan Australia ketika agresi militer Belanda 1 terjadi Australia dan India membantu dalam mengajukan resolusi pada 31 juli 1947 di dewan keamanan PBB.Inti dari solusi itu adalah memaksa Belanda mengakui kedaulatan rakyat Indonesia dan menghentikan serangan dalam bentuk apapun ke Indonesia.
Australia juga masuk sebagai anggota tiga komisi negara untuk menengahi gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda pada 25 Agustus 1947.Diplomat Australia Thomas Chrictley juga menjadi sahabat karib wakil presiden Mohammad Hatta pasca hasil perundingan komisi tiga negara yang menguntungkan bangsa Indonesia.Sayangnya sekarang beberapa konflik membuat hubungan antar dua negara ini tidak semesra dulu.
1. Indonesia Memilih Australia Sebagai Wakil Untuk Menyuarakan Kemerdekaan Indonesia
Ketika Jepang sedang mulai kehilangan kekuatan perangnya di wilayah Asia pasifik pasca serangan bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki Belanda kala itu sedang menyusun rencana melakukan agresi militer kembali yang sudah mulai pulih pasca perang yang menghabiskan teritorial republik yang dikenal dengan agresi militer Belanda.
Saat itu lah ada dua negara yang berperan penting membawa kasus tersebut kepada PBB dan menekan Belanda unruk menghentikan agresi militernya dalam bentuk apapun.Pertama India munkin dapat kita maklumi karena kesamaan nasib korban imperialisme dan kedua Australia.
Australia yang ikut menentang Belanda di Indonesia dan juga bersimpati pada bangsa Indonesia tidak pernah dibahas dan hingga kini masih menjadi misteri.Ketika PBB membentuk komisi tiga negara untuk meredam konflik kedua negara berseteru meminta memilih perwakilannya.Belanda memilih Belgia negara tetangganya dan secara mengejutkan Indonesia memilih Australia bangsa yang berbeda ras dan justru merupkan sekutu dekat Belanda dalam perang dunia kedua.
2. Serikat Buruh Australia Ikut Memblokade Kapal Belanda Yang Membawa Pasukan dan Persenjataan Untuk Serangan ke Indonesia
Ketika pendudukan Jepang Belanda mengalami kekalahan berat dan dibawa rakyat Indonesia ke Australia yang kebanyakan bekerja sebagai pelaut ataupun buruh di Australia.Ada 2 kategori pelaut yang bekerja pada Belanda saat itu. Yang pertama adalah perwira kapal mayoritas orang Manado dan Kristen. Mereka juga terpelajar dan lancar berbahasa Inggris juga Belanda, serta mendengar informasi dan kondisi politik saat itu serta gaji layaknya orang Eropa. Yang kedua adalah buruh kapal yang kebanyakan orang Jawa dan Muslim. Mereka buta huruf, hanya mampu berbahasa lokal dan bekerja di lingkungan yang buruk. Gajinya pun sangat minim.
Tak lama para pelaut tersebut berhubungan kontak dengan Australian Seamen’s Union in Sydney. Asosiasi tersebut terkejut melihat diskriminasi yang terjadi. Mereka memberitahu para pelaut Indonesia bahwa mereka sekarang bekerja di Australia, dihormati hak-haknya sebagai pekerja serta memiliki hak untuk protes. Sekitar 2000 pelaut lalu mengadakan unjuk rasa di Sydney. Belanda balik menyerang dan menyebut para pelaut tersebut sebagai pengkhianat. Mereka lalu sempat dikirim ke penjara. Namun pada akhirnya, para pelaut tersebut berhasil dilepas dan bekerja dalam kondisi yang jauh lebih baik.Dalam hal ini kebetulan pemimpin Australia dari pihak serikat buruh.
Perlakuan Union yang memperhatikan hak-hak kaum pekerja bisa dikatakan suatu hal baru bagi rakyat Indonesia saat itu yang selama ratusan tahun terbiasa oleh sistem hierarki yang diterapkan Belanda. Namun hubungan baik antara Union Australia dan pelaut Indonesia ini barulah sebuah awal.
Ketika Jepang melemah dan meninggalkan Indonesia, Belanda menggunakan kesempatan ini untuk kembali. Di pelabuhan-pelabuhan Sydney dan Melbourne, kapal-kapal Belanda memuat berbagai amunisi dan senjata perang yang siap dikirim untuk menggempur Indonesia. Beberapa tahanan pengasingan dari Digoel yang dibawa ke Australia memainkan peranan penting dalam membangun koneksi dengan Union. Mereka melapor pada Queensland Trades and Labor Council dan selanjutnya diteruskan pada Waterside Workers Federation kemudian dilanjutkan ke pemimpin Australia yang kemudian terjadi boikot dan blokade besar-besaran kapal-kapal Belanda tersebut.
3. Bukti Nyata Film Dokumenter "Indonesia Calling 1946"
Saya pun mengetahui dan heran bahwa tadi malam di tv swata tv one yang mengangkat cerita kemerdekaan Indonesia dan terlihat sekali peran Australia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.Namun tidak dapat merekam tayangan di otak saya.Tapi 4 Mei lalu dalam merayakan Hari Pendidikan Nasional, Konsulate Jenderal Republik Indonesia Sydney mengadakan panel diskusi mengenai “Peranan Australia dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.” Selain diskusi bersama para pakar sejarah dari beberapa Universitas di Sydney, publik juga berkesempatan untuk menonton sebuah film berjudul: "Indonesia Calling 1946". Film dokumenter buatan sutradara Belanda, Jory Ivens ini mengungkapkan dukungan Australia terhadap Indonesia dalam mendeklarasikan kedaulatan Republik yang masih muda kala itu.
Adapun diskusi dan pemutaran film ini membuka wawasan publik Indonesia atas dukungan Australia yang terlupakan selama ini. Selain itu beberapa “missing puzzle” yang selama ini ada dalam pelajaran sejarah kemerdekaan kini ditemukan membuat semuanya masuk akal. Meski merdeka tahun 1945, Indonesia bagaimanapun harus mengakui bahwa proklamasi terjadi berkat faktor “vacuum of power” di Jakarta karena Jepang mulai kehilangan kekuatan perangnya di wilayah Asia Pasifik.Ujian sesungguhnya bagi republik muda tersebut muncul ketika Perang Dunia II usai.
Bersimpati dengan perjuangan Indonesia, WWF pun bertindak. Aksi mogok bongkar muat pun diadakan secara nasional, terutama Brisbane, Sydney dan Melbourne. Tak lama, perserikatan pelaut lainnya turut serta. Dalam satu minggu, peristiwa yang dikenal dengan nama “Black Ban” mennyebar bahkan hingga Selandia Baru dan Singapura. Kejadian ini terekam dalam film dokumenter "Indonesia Calling".
Sang sutradara Joris Ivens adalah seorang warga Belanda dan pendukung sistem komunisme. Suatu ironi mengingat kebangsaannya adalah lambang imperialisme terhadap Indonesia dan faham komunismenya kelak menjadi sesuatu yang terlarang di Indonesia. Namun diplomasi filmnyalah yang membuka mata dunia akan eksistensi NKRI. Kejadian ini masuk dalam headline news koran-koran Australia dan publik Aussie pun tahu mengenai perjuangan Indonesia.
Sementara itu, Belanda kebingungan karena bantuan militernya terhambat. Namun di sisi lain, ini artinya setiap pelaut Indonesia yang bekerja untuk Belanda kini tidak digaji dan tidak punya tempat akomodasi. Rapat publik pun diadakan dan acara amal dibuat untuk membantu para pelaut Indonesia. Berbagai perserikatan pekerja di Australia membantu para pelaut yang putus kerja dalam mencari tempat tinggal. Mereka dapat tinggal di hotel dan beberapa disediakan ranjang di Brisbane Trade Hall, dimana black ban pertama dicetuskan.
Ketika mata Australia tertuju pada aksi pelaut Indonesia, kesempatan ini diambil dan tidak disia-siakan oleh CENKIM (Central Komite Indonesia Merdeka), organisasi yang didirikan di Australia oleh para tokoh politik yang pernah diasingkan Belanda ke Digul. Tanpa kesulitan mereka mengadakan aksi turun ke jalan besar-besaran di Melbourne sembari berteriak “ Long Live The Republic of Indonesia.” Ini tentu sebuah pernyataan yang radikal, terutama diserukan di negara sekutu Belanda.
Namun di mata Australia, mereka melihat orang Indonesia sebagai sahabat yang turut serta berperang melawan musuh yang sama: Jepang serta membutuhkan bantuan untuk pulang ke negara asalnya. Banyak tentara Australia juga ikut turun ke jalan sebagai tanda mendukung kemerdekaan Indonesia. Australia semakin dekat dengan Indonesia. Pada bulan Juni 1947, Usman Sastromijoyo terbang ke Australia.
Meski belum official saat itu, ia telah dipercaya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Australia. Pada akhir Juli, seorang anggota CENKIM, Mohammad Bondan mendengar berita di radio bagaimana Belanda melanggar perjanjian Linggar Jati dan melakukan agresi militer. Bersama istrinya, Molly, wanita Australia yang bersimpati dengan perjuangan Indonesia, mereka menulis ulang berita tersebut dalam bahasa Inggris dan memberikannya pada pers Australia.
Dengan cepat berita tersebar dan pemerintah Australia membawa kasus tersebut kepada PBB. Agresi berhasil dihentikan dan gencatan senjata diadakan. Komisi Tiga Negara dibuat dan Indonesia memilih Australia sebagai wakilnya. Australia mengirim Justice Kirby dan Thomas Critchley. Critchley di kemudian hari menjadi salah satu sahabat baik Wakil Presiden Mohammad Hatta. Ini membuat hubungan Belanda dan Australia semakin renggang.
Sebelumnya Australia sempat marah pada Belanda, ketika sekutunya tersebut membawa para tahanan politik Digul dan membohongi Australia bahwa mereka adalah tawanan perang pro-Jepang. Para tahanan akhirnya dilepas dan pemerintah Australia memberikan mereka kebebasan untuk mencari kerja. Kebebasan ini pulalah yang dimanfaatkan untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia melalui CENKIM. Ketika Indonesia meraih kedaulatan pada tahun 1950, Australia menjadi salah satu negara barat pertama yang menjadi sahabat dekat Indonesia.
Title:
Fakta Australia Dalam Membantu Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia
Posted by:
Published : 2016-08-15T11:50:00+07:00
Fakta Australia Dalam Membantu Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia
Posted by:
Published : 2016-08-15T11:50:00+07:00
Fakta Australia Dalam Membantu Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia
0 Response to " Fakta Australia Dalam Membantu Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia "
Post a Comment